Sabtu, 01 Februari 2014

tugas kahfi



Nama :muhamad abdul gonie alkahfi
Kelas:91
Tugas:Bahasa Indonesia
  

Novel I Swasta setahun di Bedahulu

TOKOH UTAMA:- I Swasta
                                - I Jadara
                                 - Sri Baginda Maharaja Putri
                                 - Ni Nogati
                                 - Ni Nogata
                                 - Arya Bera
WATAK TOKOH:
I Swasta= - Pemberani “(dijelaskan: , “I Swasta berupaya membunuh   harimau itu”
                      -Bertanggung jawab(dijelaskan: “Segera saja I Swasta mencabut tombaknya dan  mendekap orang tua yang kesakitan itu. Karena merasa bersalah”
I Jadara = -Penurut(dijelaskan”hamba disuruh Sri Baginda Maharaja Putri untuk membunuh harimau itu namun hamba gagal”
Sri Baginda Maharaja Putri: baik hati(dijelaskan: raja dan Sri Baginda Maharaja Putri sampai kepada keputusan bahwa I Jadara akan diampuni. Lebih-lebih, yang berhasil membunuh harimau itu adalah I Swasta, yang masih saudara I Jadara)
Ni Nogata= Nakal(di jelaskan:”dengan diam-diam I Nogata turun ke bawah ,lalu diambil barang dagangan dan di sembunyikannya”)
Arya Bera= licik(dijelaskan: dengan Arya Bera yang sangat membenci I Jadara dan selalu berupaya menjatuhkannya”)
NI NOGATI= JUJUR DAN DAPAT DIPERCAYA (Ni Nogati orang kepercayaan Sri Baginda juga)

LATAR TEMPAT
-PULAU BALI(perjalanan I Swasta menuju Trunyan hendak mengunjungi saudaranya.)
-KANDANG KUDA(“Di tengah perjalanan hamba melihat kandang kuda dan memasukinya”)
LATAR SUASANA
-MENEGANGKAN(. Betapa terkejutnya ia karena hawa panas itu berasal dari seekor harimau yang tiba-tiba masuk ke kandang kuda kosong yang ia gunakan untuk beristirahat.)
LATAR WAKTU
PAGI HARI( “Ketika hari beranjak pagi, suasana menjadi terang”)
MALAM HARI(”malam itu hamba tidak dapat memicingkan mata)

ADAT:
-          Memaikai pakian adat(pakaian kain dodot lengkap dengan keris buatan indrapura yang sangat bagus)
-          Menyambut dengan mangkuk perak yang di beri air suci
-          Datang kepura
-          Memberi penghormatan kepada Tuan putri/Raja
-          -pemberian Gelar I Semarawina pada orang yang Tugas utamanya adalah mengantar orang yang hendak menghadap Sri Baginda
-          Pertunjukan tari Sahyang dari Bedahulu di iringi gamelan
-           


KEBIASAAN
-berdoa ke pura
-mebakar dupa
-mengadakan upacara ketika membuat biduk
-membuat keris
-
Etika
-menghormati petinggi kerajaan
-melaksanakan segala perintah Tuan putri atau Sri Baginda
-






I Swasta Setahun di Bedahulu

Novel karya A.A. Pandji Tisna ini mengisahkan perjalanan hidup seorang pemuda desa yang miskin hingga menjadi hulubalang istana kesayangan sang raja dan permaisuri. Cerita berlatar daerah Bali ini diawali dengan perjalanan I Swasta menuju Trunyan hendak mengunjungi saudaranya. Ketika ia beristirahat di sebuah kandang kuda yang kosong karena kelelahan, ia tertidur. Ketika tidur itulah I Swasta bermimpi didatangi oleh seorang tua yang menggendong anaknya. Orang tua itu meminta pada I Swasta agar mau merawat anak perempuan itu.

Karena terasa hawa panas, I Swasta terbangun. Betapa terkejutnya ia karena hawa panas itu berasal dari seekor harimau yang tiba-tiba masuk ke kandang kuda kosong yang ia gunakan untuk beristirahat. Karena gelap, binatang itu tidak melihat dirinya. Harimau itu tampaknya sedang marah karena ia memporak-porandakan semua benda yang ada di dalam kandang itu. Betapa takutnya I Swasta. Sebenarnya ia membawa senjata (tombak), sayang senjata itu ia letakkan di luar kandang.

Ketika hari beranjak pagi, suasana menjadi terang, harimau itu dapat melihat I Swasta. Harimau itu menarik-narik kain baju I Swasta. Dengan perjuangan keras, I Swasta berhasil ke luar kandang. Segera ia menutup pintu kandang sehingga harimau itu terkurung di dalam. Dengan senjata tombaknya, I Swasta berupaya membunuh harimau itu. Darah mengucur dari tubuh harimau itu, tetapi anehnya harimau itu tak juga berhasil dilumpuhkannya.

Tiba-tiba ada kilat menyambar, dan harimau itu menutup matanya karena silau. Kesempatan itu segera dimanfaatkan oleh I Swasta. Dengan sekuat tenaga, dihunjamkannya tombak yang dibawanya ke leher harimau itu, hingga binatang itu pun tersungkur. Betapa terkejutnya I Swasta ketika tiba-tiba harimau yang tersungkur dan bersimbah darah itu berubah wajud menjadi orang tua seperti dalam mimpinya. Orang tua itu mengerang kesakitan sambil tetap merangkul anak perempuan yang dibawanya. Semuanya sama persis dengan mimpi I Swasta.

Segera saja I Swasta mencabut tombaknya dan mendekap orang tua yang kesakitan itu. Karena merasa bersalah sekaligus kelelahan, I Swasta pun pingsan. Ketika tersadar kembali, orang banyak sudah mengerumuninya. Orang-orang kagum dan berterima kasih kepada I Swasta karena telah berhasil membunuh Da Gde Salem, harimau siluman, yang selama ini telah meresahkan warga desa. Banyak warga desa yang menjadi korban keganasan Da Gde Salem itu. Korban terakhir adalah seorang anak perempuan.


Orang-orang kemudian mengangkut bangkai harimau itu, mengulitinya. Kulit itu akan diletakkan di Balai Agung supaya orang-orang yang selama ini memendam amarah pada harimau itu bisa melampiaskan dendamnya dengan menginjak-injak kulit harimau itu. Karena dianggap orang sakti karena telah berhasil membunuh harimau itu, I Swasta diminta memimpin upacara pengulitan harimau.

Dalam perjalanan ke tempat upacara itu, I Swasta bertemu dengan saudara sepupunya yang bernama I Jadara. I Jadara adalah orang yang ditugaskan membunuh Da Gde Salem karena ia bergelar ”pembunuh binatang buas”. Mereka berdua segera menuju ke Pura Sraddha. Dalam perjalanan ke pura, mereka bertemu dengan rombongan Sri Baginda Maharaja Baliswari Gunapriyadarmapatmi yang juga hendak pergi ke pura. Ketika melihat I Jadara, yang ditugaskan membunuh Da Gde Salem, Sri Baginda Maharaja Putri segera menanyakan perihal tugas yang harus dijalankan I Jadara. Betapa kecewanya Sri Baginda Maharaja Putri mengetahui I Jadara gagal membunuh harimau itu bahkan kedahuluan orang lain. Setelah terjadi perdebatan antara Seribudhi yang memihak I Jadara dengan Arya Bera yang sangat membenci I Jadara dan selalu berupaya menjatuhkannya, raja dan Sri Baginda Maharaja Putri sampai kepada keputusan bahwa I Jadara akan diampuni. Lebih-lebih, yang berhasil membunuh harimau itu adalah I Swasta, yang masih saudara I Jadara.

Raja pun kemudian memberi I Swasta gelar I Semarawina dan diangkat sebagai kepala laskar istana. Bukan itu saja, I Swasta diundang ke Bedahulu dan akan dinobatkan sebagai hulubalang istana. Betapa gembiranya I Swasta. Tetapi kegembiraannya bukan hanya karena anugerah yang diberikan raja, tetapi di bedahulu, ia akan bertemu dengan Ni Nogati, perempuan cantik yang baru saja dilihatnya dalam rombongan pengiring baginda. I Swasta jatuh cinta pada pandangan pertama. Karena hal itulah I Swasta memutuskan menunda pergi ke Trunyan seperti tujuan awal, tetapi memilih pergi ke Bedahulu.

Di Bedahulu, I Swasta diberi pakaian kain dodot lengkap dengan keris buatan indrapura yang sangat bagus. Gelar I Semarawina pun disandangnya. Tugas utamanya adalah mengantar orang yang hendak menghadap Sri Baginda. Dengan demikian, ia akan lebih sering bertemu dengan Ni Nogati, gadis cantik yang pernah dilihatnya. Ni Nogati ternyata memiliki adik yang bernama Ni Nogata, orang kepercayaan Sri Baginda juga. Dengan demikian, pendekatan I Semarawina kepada Ni Nogati berjalan lancar-lancar saja.

Ternyata, keinginan I Semarawina ini tidak disukai oleh Arya Bera dan Arya Lancana, dua orang yang sejak awal tidak senang dengan I Jadara dan kini bertambah tidak senang dengan I Semarawina. Pertama, karena Arya Bera juga menginginkan Ni Nogati. Kedua, mereka juga iri dengan kedekatan dua I Jadara dan I Semarawina dengan Sri Baginda.

Suatu saat, datanglah dua kakak beradik Ni Nogata dan Ni Nogati ke rumah I Semarawina. Kedatangan mereka tentulah mengundang cemburu orang-orang yang selama ini tidak senang dengan I Semarawina. Kejadian ini sudah bukan rahasia di kalangan orang-orang istana. Karena kelicikannyalah Arya Bera dan Arya Lancana berhasil memfitnah I Semarawina di depan Baginda. Kejadiannya berawal dari upacara Pujawali yang diadakan pada bulan purnama di Tirta Warampul.

Ketika rombongan Baginda beristirahat setelah melakukan perarakan dalam acara Pujawali, Arya Bera berupaya merayu Ni Nogati, sedangkan Arya Lancana mendekati Ni Mergayawati, gadis yang diincar I Jadara. Rayuan-rayuan mereka sudah kelewat batas sehingga dua orang gadis itu mendekati I Semarawina dan I Jadara. Hal itu membuat Arya Bera dan Arya Lancana berang. Mereka segera menyebarkan fitnah, bahwa I Semarawina dan I Jadara telah berbuat tidak senonoh dengan kedua gadis itu pada saat upacara Pujawali di tanah suci Warampul. Akibat fitnah itu, Baginda segera mengusir dua gadis abdi istana itu. Sementara I Semarawina dan I Jadara ditugaskan untuk mengirim surat kepada mamanda baginda di Sambiran. Untuk sampai ke Sambiran mereka harus melewati bukit Indrakilla, bukit yang terkenal banyak harimaunya. Jika keduanya mati diterkam harimau, berarti mereka berdua bersalah, tetapi jika keduanya selamat, mereka tidak bersalah.

Dan benarlah. Di bukit Indrakilla mereka dihadang banyak harimau. Tak lama kemudian harimau-harimau itu pergi dan selamatlah dua orang hulubalang istana korban fitnah ini. Di kaki bukit, mereka bertemua dengan Ni Nogati, Ni Mergayawati, dan Ni Jasi, kekasih I Lastiya. Tiba-tiba mereka dihadang oleh utusan Ara Bera dan Arya Lancana. Segeralah terjadi pertempuran sengit. Karena jumlahnya tidak berimbang, maka terlukalah I Semarawina dan I Jadara. Karena kakaknya terancam, Ni Nogata segera membantu dan menyelamatkan Ni Nogati. Sementara I Lastiya kekasih Ni Jasi juga datang membantu.

Akhirnya, fitnah Arya Bera, Arya Lancana, dan I Sukerta pun diketahui raja. Berkat bantuan Ni Nogata dan I Lastiya, I Semarawina, I Jadara, Ni Nogati, Ni Mergayawati, dan Ni Jasi dapat kembali ke istana. Raja pun menjodohkan I Jadara dengan Ni Mergayawati dan diangkat sebagai kepala desa Trunyan, sementara I Semarawina dengan Ni Nogati.

I Semarawina dan I Jadara yang ditugaskan Baginda untuk menangkap rombongan Arya Bera dan kawan-kawan menyerbu rumah Arya Bera di Batur, tetapi ternyata rumah itu sudah kosong. Tepat saat itu, peduduk desa sedang berdoa kepada Dewa Agni yang sedang murka di gua Gunung Batur. Pada saat itu Gunung Batur akan meletus. Di desa itu pula Arya Bera menghasut penduduk untuk melawan penduduk Cintamani, Trunyan, dan desa lain.

Dalam perjalanan I Semarawina dan I Jadara bertemu dengan Seribudhi yang telah memfirnah mereka berlumur darah. Ia mengabarkan bahwa Arya Bera berhasil menculik Ni Nogati.. Tak lama berselang, Ni Nogata dan I Lastiya juga menyusul mengabarkan perihal hilangnya Ni Nogati diculik Arya Bera. Di tengah letusan Gunung Batur itulah terjadi pertempuran antara pasukan Arya Bera dengan rombongan dari kerajaan. Arya Bera dan rombongannya berhasil dikalahkan. I Semarawina dan rombongan kembali ke istana.

Baginda bermaksud menikahkan I Semarawina dengan Ni Nogati, tetapi diam-diam Ni Nogati menolaknya, karena ternyata secara diam-diam pula, Ni Nogati telah menjalin cinta dengan I Lastiya. Betapa sakita hati I Semarawina. Ia nyaris bunuh diri menceburkan diri ke sungai dan beruntunglah bisa diselamatkan oleh seorang pengawal. Karena cintanya telah kandas, I Semarawina berniat meninggalkan Bedahulu kembali ke Manasa. Atas ijin Baginda, berangkatlah I Semarawina menuju ke Manasa. Di tengah perjalanan, antara sadar dan tak sadar, ia kembali melihat orang tua seperti mimpinya dahulu. Kini orang tua itu membawa seorang anak yang keni telah menjelma menjadis eorang gadis cantik. Dan gadis cantik itu adalah Ni Nogati. Orang tua itu mengatakan bahwa dendam tiga turunan kepada I Semarawina telah terbalaskan.

Orang tua itu mengatakan bahwa ia sengaja menunggu I Semarawina dengan menjelma sebagai harimau agar pemuda itu membunuhnya sehingga ia akan memperoleh kemuliaan dan kebesaran. Namun, setelah cita-cita I Semarawina hampir tercapai, orang tua itu mencabut segala kemuliaan pada diri pemuda itu. Mendengar semua itu, marahlah I Semarawina. Ia menikamkan tombaknya pada orang itu dan terbangunlah ia.

Betapa terkejutnya Semarawina ketika yang dilihatnya adalah Ni Nogati yang menangis karena I Lastiya berlumur darah karena tombak Semarawina. Dari penuturan Ni Nogati, tahulah dia bahwa raja sangat marah pada Ni Nogati dan I Lastiya karena menjalin cinta secara diam-diam dan menolak cinta Semarawina. Dari cerita Ni Nogati terungkap pula Ni Nogati menolak cinta suci Semarawina karena dirinya sudah tidak suci lagi. Kesuciannya telah diberikan kepada I Lastiya.

I Lastiya ternyata belum mati. Ia masih bersuara meski sangat emah. Ni Nogati meminta pada I Lastiya agar meminta ampun kepada Semarawina sebagaimana dulu Datuk Kakanda I Kulup Bop, kakek Lastiya yang pernah memiliki dendam terhadap nenek Semarawina. Mereka menginginkan agar dendam mereka dibayar oleh cucu mereka. Lastiya mdenyembah pada Semarawina. Semarawina pun luluh hatinya dan mengampuni semua kesalahan Lastiya. Bahkan Semarawina mendoakan mereka berdua agar hidup bahagia dalam pernikahan.

Setelah demikian, Ni Nogati menyerahkan surat Baginda yang harus diserahkan kepada Semarawina. Baginda memerintahkan kepada Semarawina memimpin pembuatan bendungan air di Manasa dan mengirim semua pembiayaan bendungan itu. Utusan yang membawa uang itu tidak lain adalah I Lastiya. Demikianlah novel ini berakhir pada kembalinya I Semarawina ke Manasa setelah setahun ia mengalami peristiwa luar biasa di Bedahulu. Di Manasa, ia merubah namanya kembali menjadi I Swasta.***

About

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...